Enjoy Your Day With a Smile

Minggu, 06 November 2011

Qurban: Simbolisasi dari Penyembelihan Sifat Kebinatangan Manusia


Ada dua hari raya yang disyariatkan dalam Islam; Idul Fitri dan Idul Adha. Secara historis keduanya juga saling melengkapi. Keduanya sama-sama menanamkan rasa kesetikawanan sosial (social responsibility).

Idul Fitri dirayakan di bulan Syawal setelah melaksanakan shiyam (puasa) sebulan lamanya dan berzakat fitrah sebagai sarana untuk mentarbiyyah diri. Sementara Idul Adha sebagai simbolisasi penyembelihan ego dan kerakusan pribadi, selain sebagai saat turunnya ayat terakhir Alquran "alyauma akmaltu lakum dinakum.....(hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu), satu hari sebelum wukuf di arafah.

Perspektif Historis Qurban
Secara historis, penyembelihan hewan kurban pada hari Idul merujuk pada puncak ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah; menyembelih putranya sendiri, Ismail. Melalui mimpi, Allah perintahkan Ibrahim untuk menyembelih putra kesayangan yang telah lama ia nantikan kehadirannya.
Penyembelihan hewan merupakan sarana dan cara pelestarian agama Ibrahim, meski sebenarnya perintah untuk berkurban juga telah ada sejak zaman Nabi Adam; saat kedua putranya, Qabil dan Habil diperintahkan berkurban sebagai bentuk ketundukan kepada Allah.

Penetapan syariat berkurban setelah rentang ribuan tahun peristiwa Ibrahim, menjadi media untuk menghapuskan penyimpangan pelaksanaan kurban yang tidak ditujukan kepada Allah. Banyak kalangan dalam masyarakat melakukan kurban yang mengarah kepada kemusyrikan.

Perspektif Fiqih
Dalam bahasa Arab, qurban bersal dari akar kata qaraba -yuqaribu –qurbanan, yang memiliki arti menghampirkan atau mendekatkan. Melakukan kurban menurut syariat Islam adalah menyembelih binatang –kambing, unta, sapi dan atau karbau- dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt.
Hal ini dilakukan merujuk pada ayat-Nya,
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka, dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah....”(QS. Al Kautsar; 1-3).
Hal ini kemudian dipertegas Rasulullah dengan ungkapannya, “Barangsiapa yang memperoleh kelapangan, namun ia tidak berkurban, janganlah ia menghampiri tempat salat kami.”

Berdasarkan kedua dalil naqli di atas, mayoritas ulama berpendapat bahwa menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) bagi setiap muslim yang mampu. Dan waktu penyembelihan adalah pada hari “H” plus tiga hari tasyriq setiap tahunnya.

Dengan demikian, semangat kurban merupakan salah satu ajaran Islam yang bertujuan menguji keimanan seseorang dan tingkat cintanya kepada Allah. Apakah harta dan segala yang ia miliki memalingkan dirinya dari Allah. Meski sebenarnya, cinta kepada harta maupun anak-anak merupakan fitrah, tetapi seharusnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya diletakkan di atas itu semua (lihat QS Al Taubah; 24).

Dalam sejarah Islam, banyak sahabat-sahabat Nabi yang membuktikan cinta mereka dengan berkurban demi mendapatkan cinta Allah dan rasul-Nya, meski harus meregang nyawa. Merekalah para syuhada, salaf shalih, dan mereka itulah nanti yang akan memperoleh derajat tinggi di sisi Rabb mereka.

Utsman bin Affan, umpamanya, telah mengukir sejarah awal Islam dengan tinta emas. Pada zaman Abu bakar Al shiddiq, terjadi musim paceklik yang sangat memprihatinkan. Banyak orang kesulitan mendapatkan bahan makanan, kemudian mengadukan perihal mereka kepada sang Khalifah, dan khalifah pun meminta mereka bersabar. Namun tak lama waktu berselang, tiba iring-iringan unta dari Syam membawa gandum, minyak goreng dan bahan pangan lainnya.

Lalu Utsman membagikan gandum dan hartanya itu secara cuma-cuma -tanpa pretense apapun- kepada penduduk yang sedang kekurangan hingga tak seorang pun yang luput. Itulah contoh pengorbanan seorang sahabat Nabi.

Hikmah dan Rahasia Qurban
Pakar tafsir kontemporer, Abdullah Yusuf Ali dalam masterpicenya The Holy Qur’an; Translation andf commentary, menjelaskan bahwa ibadah kurban memiliki makna spiritual dan dampak sosial. Secara vertical, ibadah ini lebih merupakan ungkapan syukur, maka bacaan takbir justru lebih penting dari prosesi penyembelihan itu sendiri.

Artinya, karena kurban itu merupakan manifestasi keimanan seseorang, bukanlah wujud kurbannya lebih dipentingkan, melainkan nilai dan motivasi orang itu menjalankannya. Hewan yang disembelih bukan berarti tumbal kepada sang khaliq. Yang dipersembahkan kepada Allah, esensinya hanyalah ketakwaan; lan yanalallah luhumuha wala dimauha, walakin lanaluhu al taqwa.....”, tegas-Nya.

Sedangkan secara horisontal, berqurban merupakan bagian dari upaya menumbuhkan kepekaan sosial terhadap sesama anak bangsa, khususnya kepada golongan yang lemah atau mereka yang dilemahkan (baca; dizhalimi) dan tertindas. Ibadah kurban pun mengajarkan kepada manusia utuk rela brkorban demi kepentingan yang lebih universal, baik kepentingan agama, bangsa, maupun kemanusiaan.

Dengan kata lain, kurban juga menjadi ungkapan kasih sayang, cinta dan simpati mereka yang berpunya kepada kaum papa. Pasalnya, kurban ini tidak sama dengan upacara persembahan agama-agama lain. Hewan kurban tidak kemudian dibuang dalam altar pemujaan dan tidak pula dihanyutkan di sungai, malah daging kurban dinikmati bersama baik oleh orang yang berkurban maupun orang-orang miskin di sekitarnya.

Ulama besar Imam Al Ghazali jauh-jauh hari telah mengingatkan kita semua bahwa penyembelihan hewan kurban menyimbolkan penyembelihan sifat kebinantangan manusia. Berqurban itu bukan hanya sebatas seekor kambing, tetapi yang lebih penting adalah mengorbankan hawa nafsu kebinatangan yang membelenggu setiap manusia; nafsu serakah, sifat kikir, egoisme personal maupun komunal, dan nafsu menerabas yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Oleh karena itu, berkurban semestinya bisa pula mempertajam kepekaan dan tanggungjawab sosial (social responsibility). Dengan menyisihkan sebagian pendapatan untuk berkurban, diharapkan timbul rasa kebersamaan di masyarakat sehingga bisa menggalang solidaritas, kesetiakawanan sosial dan introspeksi diri untuk kemaslahatan bersama.

Sebagai penutup, dengan berqurban, semoga kita mampu melawan syetan dan hawa nafsu yang hadir lewat iming-iming harta dan kekuasaan dengan menyembelih semua sifat kebinatangan kita selama ini guna mewujudkan kebersamaan dan membebaskan negeri ini dari keterpurukan.
READ MORE - Qurban: Simbolisasi dari Penyembelihan Sifat Kebinatangan Manusia

Meneladani Sifat Nabi Ibrahim AS, Kholilulloh

Kita semua pasti sudah tahu dan mengerti sejarah terciptanya Idul Adha. Kali ini TS ingin berbagi tentang apa saja yang bisa kita teladani dari nabi Ibrahim as sehingga tercipta sejarah besar bagi umat Islam.


Sebelumnya cek cerita singkatnya dulu ya...

Suatu hari Nabi Ibrahim diuji keimanannya pada Allah untuk mengukur seberapa besar kecintaan Ibrahim pada-Nya. Nabi Ibrahim pun bermimpi diperintah Allah untuk menyembelih Ismail, putra tercinta yang sangat dinantikan kehadirannya selama bertahun-tahun. Beliau kaget, keraguan dan kebimbangan menyelimuti hatinya benarkah ini sebuah perintah dari Allah atau jangan-jangan ini hanya tipudaya setan. Hingga akhirnya beliau mendapat mimpi dan perintah yang sama hingga terulang tiga kali dan Nabi Ibrahim pun menetapkan tekad dan menguatkan hati lalu meyakini kalau ini adalah benar-benar perintah Allah yang harus dilaksanakan.

Nabi Ibrahim pun pergi menemui putranya dan menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah melalui mimpinya. Semula beliau khawatir akan jawaban anaknya, tapi Ismail menjawab: “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Betapa terharunya beliau mendengar jawaban dari anaknya yang shaleh sehingga makin menambah rasa sayangnya sekaligus menambah kesedihannya karena teringat bahwa beliau akan kehilangan anak yang dikasihinya.

Akhirnya ayah dan anak ini pun membulatkan tekad dengan penuh keimanan dan ketaatan untuk segera melaksanakan perintah Allah tersebut, parang yang sangat tajam pun disiapkan dan mereka berangkat menuju suatu tempat untuk melaksanakan perintah tersebut. Dan akhirnya saat-saat terberat bagi Nabi Ibrahim pun tiba… dengan mengumpulkan segenap keyakinan dan dengan penuh kepasrahan Nabi Ibrahim tetap menjalankan perintah Allah tanpa keraguan meskipun setan terus menggodanya. Beliau pun mengayunkan parang ke leher Ismail dan mulai menyembelihnya.

Namun parang yang tajam seakan-akan menjadi tumpul dan tidak mampu melukai leher Ismail… tak ada setetes darahpun keluar dari leher Ismail, Nabi Ibrahim pun mengulangi dan tetap saja Ismail tidak terluka sedikitpun. Hingga akhirnya Allah mengganti dengan seekor hewan sembelihan yang besar (sejenis kambing atau domba).
Ada beberapa hal yang bisa kita ambil, antara lain :

Keimanan
Seberapa besar keimanan kita pada sang pembuat hidup benar-benar diuji dengan sebuah ujian yang diberikan oleh-Nya. Terkadang kita lupa, saat kita senang, dan akan menemuiNya saat kita merasa susah. Padahal iman seharusnya ada saat kita senang maupun susah. Secinta apapun Ibrahim pada Ismail, Ibrahim tetap mencintai Allah sehingga apapun yang Allah perintahkan tetap ia jalankan, walaupun harus mengorbankan sesuatu yang sangat ia cintai.

Kesabaran
Sebagian berpendapat kalau sabar juga ada batasnya. Nabi Ibrahim tetap bersabar saat bertahun-tahun tidak mendapatkan keturunan. Setelah ia mendapatkannya, Allah memerintah untuk menyembelih hal yang paling ia cintai. Dengan bersabar dan penuh keyakinan, iapun menjalankan perintah. Bagaimana dengan kita? Jika kita diuji dengan sedikit sakit, seberapa banyakkah dari kita yang tidak mengeluh?

Keikhlasan
Ikhlas menjalankan perintah Allah sekalipun itu berat. Itulah yang bisa kita teladani dari Nabi Ibrahim as. Jujur deh gan, berapa banyak diantara kita yang sholatnya masih sering bolong? berapa banyak diantara kita yang ikhlas bersedekah saat kita sendiri sedang kekurangan? Ikhlas memang sangat susah. Hanya Allah lah yang tahu tulusnya kita. Maka jika meneladani sifat yang satu ini, maka InsyaAllah Allah akan memberi kita nikmat yang luar biasa..

Solidaritas sosial
Yang ini jelas, kalo kita menjalankan kurban, maka kita memberikan daging hewan kurban pada yang membutuhkan, dengan tujuan mereka bisa menikmati daging di hari lebaran. Dengan kita memberikan daging, maka kita telah memberi perhatian pada mereka yang masih kurang beruntung, dan akan menambah rasa persaudaraan kan..

Source : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=11338916
READ MORE - Meneladani Sifat Nabi Ibrahim AS, Kholilulloh

Most Popular