Tepat 20 tahun yang
lalu pertama kali aku melihat dunia ini. Aku dilahirkan dari keluarga yang
cukup bahagia. Ibuku seorang guru dan Ayahku adalah seorang pedagang swasta.
Aku ingat, sampai saat aku berumur 6 tahun aku masih belum memiliki seorang
adik. Sedangkan hampir semua teman-temanku telah memiliki seoraang adik. Ada
rasa iri di dalam hati terutama saat melihat mereka bercanda bermain bersama
atau saat aku melihat mereka saling menjahili, bergurau sampai tertawa lepas
bersama. Akh.. itu mengasikkan sekali, sedangkan aku... aku tidak pernah
merasakan semua itu, tidak ada orang yang bisa aku sayangi sebagai adik. Sebagai
tempat berbagi atau tempatku untuk mencurahkan perhatian. Pernah sesekali ada
beberapa temanku bertanya padaku “apa kamu tidak ingin punya seorang adik?”
“ah, nggak mana enak punya adik, nanti malah berantem tiap hari, itu kan gak
asik” jawabku. Padahal dalam hati ingin aku jawab “ iya, aku ingin sekali punya
seorang adik” namun aku bilang tidak, agar teman-temanku mengira aku nyaman
dengan keadaanku sebagai anak semata wayang. Padahal tidak, aku sering kesepian
di rumah. Tidak ada tempat ku bercerita tentang hal-hal rahasia bagi seorang
anak seperti kejadian konyol, kenakalan, dan hal-hal lucu yang terjadi saat aku
di sekolah atau sepulang bermain yang rasanya kurang pas jika ku ceritakan
kepada kedua orang tuaku. Juga tidak ada teman yang bisa aku ajak main saat aku
dirumah sendirian atau ketika teman-temanku tidak bisa bermain denganku.
Beberapa kali aku bilang kepada kedua orang tuaku bahwa aku ingin punya seorang
adik. Ingin sekali, aku minta seorang adik laki-laki, biar bisa jadi teman untuk
aku ajak main. Begitu pintaku kepada ibuku saat suatu malam ia menemaniku
sebelum aku tidur. Iya bang, nanti pasti ibu kasi abang adik. Tapi sekarang
Allah belum memberikan abang seorang adik. Jadi sabar ya, suatu saat pasti
abang punya adik. Itu jawaban ibu yang sedikit membuatku tenang dan mempuyai
harapan besar untuk mempunyai seorang adik untuk teman mainku. Sampai akhirnya
aku terlelap dan bermimpi indah di malam itu.
8 tahun yang lalu
tepatnya aku berumur 12 tahun saat itu aku sudah duduk di bangku SMP. Teman-temanku
semakin banyak dan beberapa dari mereka ada yang menjadi sahabatku sampai
sekarang. Namun sampai saat itu ternyata doaku masih belum di jawab oleh Allah
karena aku belum memiliki seorang adik kandung. Aku tak pernah berhenti
berharap bila suatu saat nanti aku akan memiliki seorang adik. Sempat aku
berjanji pada diriku sendiri dan kepada Allah jika aku diberikan seorang adik
aku berjanji akan selalu menjaga dan menyayanginya. Aku simpan janji itu dalam
hatiku dan aku sisipkan kata kata itu disetiap doa-doaku. Walaupun aku memiliki
banyak teman dan sudah jarang merasa kesepian tapi ada kalanya perasaan itu
datang sesekali. Rasa sepi dan harapan serta bayangan akan hadirnya sesosok
adik di rumahku. Seseorang yang akan selalu aku lindungi dan aku jaga,
seseorang yang bisa aku sayangi, Seseorang yang akan menjadi tempatku bercerita
tentang segala hal sebelum aku tidur, serta seseorang yang akan menemaniku saat
aku merasa sendiri dan kesepian di rumah. Namun semua itu masih tetap menjadi
mimpi bagiku.
Beberapa tahun berlalu
kini aku duduk di bangku SMA. Namun kenyataan berkata lain. Saat aku duduk di
kelas XI Ibu dan Ayahku resmi bercerai karena suatu hal. Itu adalah pukulan
yang berat bagiku. Aku bingung, aku tidak pernah menyangka semua akan menjadi
seperti ini. Lambat laun keadaan itu membuat sifat dan sikapku berubah drastis.
Aku menjadi seorang yang pendiam, aku lebih memilih menyendiri saat di sekolah
atau sepulang sekolah aku lebih memilih berdiam diri dirumah. Menghabiskan
waktu dengan merenung atau jika aku bosan di rumah biasanya aku pergi bermain
game di warnet. Dan itu cukup membuatku bisa sedikit melupakan semua yang telah
terjadi. Sejak perpisahan itu aku memilih tinggal bersama dengan ayahku.
Suatu ketika, aku
sedang sendiri di rumah saat itu ayahku sedang pergi bekerja, terpikirkan
olehku tentang apa yang telah terjadi. Mungkin inilah jawabannya mengapa Tuhan
tidak pernah memberikanku seorang adik. Mungkin inilah alasannya. Aku membayangkan
apa yang akan ia dialami dan dirasakannya jika dia ada. Berat.. Semua akan jadi
buruk baginya. Dan aku tidak akan pernah ingin itu terjadi, aku tidak akan pernah
mau dia merasakan semua yang aku rasakan. Cukup aku yang menanggung semua ini,
karena aku mampu. Aku bisa mengatasi semua ini dengan caraku. Tapi dia? Mungkin
tak cukup kuat menghadapi semua ini. Itu hanya akan menjadi kesedihan dan
sebuah kekecewaan. Benar-benar aku tidak ingin dia merasakan semua itu. Dan
sejak saat itu aku mengerti bahwa “Tuhan selalu mempunyai alasan yang tepat
saat Ia tidak mengabulkan sesuatu hal yang kita pinta.”
Waktu berlalu begitu
cepat aku telah lulus SMA dan melajutkan pendidikan di Ibukota. Aku mengambil
jurusan keguruan disalah satu universitas disana. Itu berarti aku harus
meninggalkan rumah. Terasa berat saat pertama kali meninggalkan ayahku
sendirian di rumah. Tidak ada yang menemaninya, tapi harus bagaimana lagi.
Semua memang harus seperti ini. Dan sepertinya ayahku cukup siap dan percaya
melepasku untuk mulai belajar menjalani hidup sendiri. Di sana aku tinggal di
rumah kos-kosan tak jauh dari kampusku. Tidak begitu berat bagiku untuk hidup
sendiri. Karena sebelumnya juga aku sudah terbiasa sendiri.
Lambat laun baru aku
sadari ternyata selama ini Tuhan mendengar semua doaku. Dia telah
mengenalkankanku dengan orang-orang baru. Mereka adalah teman-teman kecilku.
Karena hobiku bermain game di warnet aku banyak bertemu dengan anak-anak yang
juga maniak bermain game disana aku sangat akrab dengan mereka. Anak-anak yang
baik dan masih polos. Aku dan mereka sangat dekat karena hampir setiap hari
kami menghabiskan waktu bersama di warnet. Mulai dari sepulang sekolah hingga
kadang tanpa aku sadari ternyata hari sudah sore dan hampir magrib. Tentu saja
itu membuatku dimarah oleh ayahku. Seharian bersama mereka aku bermain,
bercanda, bergurau, bercengkrama, hingga kadang tertawa terbahak-bahak. Mungkin
bagi sebagian orang itu adalah hal yang biasa, tapi bagiku itu adalah suatu
kebahagiaan. Karena itu tidak pernah aku dapatkan dan aku rasakan sebelumnya.
Hal yang teramat sangat langka di hidupku. Aku anggap mereka semua adik-adikku
walaupun mungkin mereka menganggapku hanya sebatas teman bermain tak masalah bagiku siapa aku di mata mereka.
Aku sangat bersyukur bisa mengenal dan dekat dengan mereka setidaknya aku bisa
merasakan kebersamaan bersama mereka walaupun mereka bukan adik kandungku tapi
aku cukup bahagia bisa megenal dan dekat dengan mereka. Aku sangat berterima
kasih kepada mereka yang saat itu baik dan mau berteman denganku. Mengenal
kalian itu anugerah, dan masa-masa itu tidak akan pernah terlupakan untukku.
Saat ini mereka semua sudah lulus SMA dan masing-masing berkuliah di berbagai
tempat. Namun sampai sekarang juga aku dan mereka masih tetap bersahabat,
bahkan menjadi sahabat dekat. Ingatlah, “ketika kita tidak bisa memiliki
sesuatu Tuhan akan memberikan sesuatu itu melalui orang lain.”
Saat aku lulus SMA dan
melanjutkan kuliah itu berarti aku harus meninggalkan Kota kecilku. Dan
berpisah dengan teman-teman kecilku. Dari mereka semua ada satu yang aku lebih
dekat dengannya. Dan aku juga tak tau pasti, mungkin dia menganggapku sebagai
kakaknya. Itu terlihat dari perlakuannya kepadaku yang berbeda. Jika dengan
teman-teman yang lain dia sering berkata kasar, cuek dan sering menjahili
orang. Tapi tidak kepadaku, dia tidak pernah berkata kasar, selalu dekat
denganku dan sama sekali dia tidak pernah menjahiliku. Saat aku bilang aku akan
kuliah di ibukota dan kita tidak bisa bermain bersama-sama lagi seperti biasa.
Aku ingat sekali kata-kata yang keluar dari mulutnya “yah, kita gak bisa maen
bareng lagi dong, nggak asik” ekspresinya biasa saja saat melontarkan kata-kata
itu. Tapi dari tatapan matanya aku tau dia merasakan kehilangan. Sorotan mata
yang menatapku dalam seolah mengatakan “akan lebih baik kalau kita tetap bisa
bersama-sama”. Mungkin itu hanya perasaanku saja, entahlah. Tapi hanya itu yang
bisa aku artikan dari tatapan matanya. Berat rasanya saat telah terbiasa
bersama dan tiba-tiba harus berpisah, ada perasaan rindu akan masa-masa yang
sudah dilewati. Tapi aku sudah cukup puas dengan semua itu dan tak harus
berharap lebih, semua itu cukup untukku.
Dikotaku yang baru aku
juga banyak bertemu dengan orang-orang baru, mulai dari teman sekelasku di
kampus, teman-teman di sekitar tempat kos ku. Sampai teman yang secara tidak
sengaja ku kenal sehari-hari. Ternyata Tuhan membiarkanku sendirian mereka
mengirimkanku teman-teman yang baik disisiku tempatku berbagi dan saling
menjaga. Semua ini benar-benar sebuah anugerah buatku.
Hampir setiap sepulang
kuliah jika tidak ada jam tambahan atau tugas dari dosen aku selalu
menghabiskan waktu siangku di warnet yang berada tak jauh dari tempat kosku.
Salah satu alasan aku tinggal disitu adalah karena lokasi yang strategis dan
dekat dengan warnet tentunya. Seingatku saat itu tahun 2011 entah bulan berapa
dan tanggal berapa aku tak tahu pasti. Saat aku sedang asik bermain ada seorang
anak main di sebelahku. Anaknya cuek dan pendiam. Saat ku ajak ngobrol dia
hanya bicara seadanya. Ketika itu aku bertanya tentang cheat pb “ini masih bisa
gak?” tanyaku. Dia hanya menjawab “iya” tanpa menoleh kearahku sedikit pun.
Karena itu aku bilang dia cuek. Setelah
itu aku tidak pernah ke warnet karena kesibukan kuliahku, baru setelah tahun
2012 sekitar bulan Februari ketika masuk semester 6 aku mulai bermain di warnet
lagi karena pelajaran kuliah sudah tidak sesibuk semester awal. Secara tidak
sengaja aku bertemu kembali dengan anak itu, aku tahu dan masih mengenalinya,
tapi tampaknya tidak dengan dia. Aku juga pura-pura tidak kenal. Karena setiap
hari bertemu pelan-pelan aku mendekati dia. Aku tidak tahu kenapa, tapi yang
jelas aku hanya ingin mengenal dia saja. Sampai lama-kelamaan kami mulai saling
berbicara pelan-pelan menjadi dekat dan akrab. Ternyata dibalik sikap cueknya
dia anak yang cukup asik juga. Setelah beberapa bulan kemudian aku pulang ke
kota asalku selama 6 bulan untuk melaksanakan praktik mengajar di salah satu
SMA swasta di kotaku. Selama 4 bulan itu aku tidak pernah bertemu dia kami
hanya sering mengobrol lewat facebook atau sms sesekali menelpon, tapi justu
itu yang membuat kami menjadi tambah dekat.
Mungkin karena
keinginanku yang ingin mempunyai seorang adik. Atau Tuhan mempertemukan kami
untuk saling melengkapi dan saling berbagi, aku tidak tahu pasti. Aku merasakan ada sebuah ikatan yang membuat kami
menjadi sangat dekat. Meskipun baru saling kenal tapi aku merasa seperti sudah
lama mengenalnya. Sekali lagi aku berterima kasih kepada Tuhan atas semua yang
telah Dia berikan kepadaku. Aku senang saat bermain dan bersama dengannya.
Rasanya seperti benar-benar adikku sendiri. Dan aku menganggap dia sebagai
adikku walaupun mungkin dia hanya menganggapku sebagai teman bermain saja. Tapi
aku lebih dari itu, dulu pada saat aku masih kecil aku pernah berjanji “bila
aku mempunyai seorang adik aku berjanji akan selalu menjaga dan
menyayanginya”. Dan aku akan menepati
janjiku itu kepada dia.
Aku masih belum tahu
apa akhir dari cerita ini, apakah aku bisa tetap selalu bersama. Karena
sebentar lagi kuliahku selesai dan kemungkinan aku akan bekerja di kota lain.
Itu berarti aku harus berpisah. Dan aku akan benar-benar merasakan kehilangan.
Aku tidak mau itu, kedekatan selalu membuatku mengingat semua dan sulit untuk
meninggalkannya. Tapi aku hanya berharap yang terbaik kepada Allah, apapun yang
terjadi pasti itu yang terbaik. Meskipun nantinya aku harus berpisah dengannya,
aku yakin itulah jalan yang terbaik. Mungkin terbaik untuk aku dan untuk dia.
Karena kami punya jalan hidup masing-masing. Yang jelas aku senang bisa
mengenal dia dan dekat dengannya. Aku anggap itu semua anugerah-MU tentang apa
yang tidak pernah aku miliki dan kau izinkan aku merasakannya melalui dia.
“Meskipun bermil-mil jarak yang memisahkan, Sahabat tidak
pernah terpisah karena persahabatan tidak diukur dengan jarak melainkan dengan
hati.” Dan “Masa-masa indahku telah berubah dari tawa menjadi kenangan.
Sahabat baikku telah berubah dari teman menjadi keluarga”.